9 January 2015

Happy Birthday Professor Severus Snape - Fanfiction 09 January 2015 Gift



Severus Snape dan kawan-kawan adalah milik J.K. Rowling
9 Januari 2015


Love for You

Severus Snape berjalan tergesa menuju aula sekolah Hogwarts. Hari itu adalah hari pertama awal tahun ajaran baru.
Sampai di depan pintu, Severus menghela nafas, berusaha menenangkan degup jantung dan nafasnya yang terdengar sedikit memburu, lalu dia memasuki ruangan aula. 
Siswa-siswi Hogwarts sudah berkumpul di mejanya masing-masing dengan gaduh, berbagai suara bercampur aduk menjadi satu sehingga sepertinya sangat diragukan bahwa suara-suara itu dapat ditangkap oleh telinga normal.
Keheningan baru terjadi saat sang kepala sekolah Albus Dumbledore berdiri di atas mimbar.
“Baiklah... kepada seluruh siswa Hogwart, kuucapkan selamat datang kembali di tahun ajaran baru di Hogwarts. Kuharap kalian menjalani tahun yang lebih menyenangkan di tahun ini.”
Suara tepuk tangan memenuhi aula.
“Dan seperti biasa, di setiap tahun ajaran baru, kita selalu mendapat kehormatan untuk menerima beberapa siswa baru yang bergabung dengan kita mulai tahun ajaran ini. Tidak perlu menunggu lama, mari kita sambut siswa-siswi Hogwarts tahun pertama!”
Sederetan siswa-siswi berumur 11 tahunan -- dengan wajah yang kebanyakan dari mereka melongo dan terlihat tegang -- memasuki ruangan aula.
Jantung Severus Snape berdegup kencang, inilah waktu yang telah dinanti-nantinya selama kurang lebih sebelas tahun.
Severus berusaha menghilangkan rasa deg-degannya sambil berpura-pura mengobrol dengan Professor Squirrel yang duduk bersebelahan. Dia juga berpikir bahwa dia harus menyembunyikan kegugupannya yang menurutnya mungkin bisa terlihat oleh semua orang yang ada di aula.
Tapi matanya ternyata tak bisa dikendalikan. Dia menatap ke deretan anak-anak baru yang sekarang telah berbaris rapi di depan kursi topi seleksi. Dan tak perlu lama mencari, akhirnya dia menangkap sepasang mata itu... mata Lily.
Selama beberapa detik severus seolah lupa semuanya, dia hanya menikmati sepasang mata hijau yang sudah lama dirindukannya. 
Tiba-tiba sepasang mata itu balas menatap ke arahnya. Severus sedikit tersentak kaget, namun dengan segera sadar bahwa hal ini tidak boleh dilakukannya. Mengetahui sepasang mata itu sedang memperhatikannya, kembali ia berpura-pura mengobrol dengan Prof. Squirell, berusaha terlihat tertarik dengan topik yang sedang diutarakan rekan kerja di sebelahnya itu.
“Lilyana Potter.... Gryffindor !” Tepuk tangan membahana di meja Gryffindor setelah cukup agak lama waktu yang dibutuhkan oleh topi seleksi untuk memutuskan anak baru itu memasuki asrama mana.
“Tidak heran!” dengus Severus Snape dalam hati.  Meskipun sebenarnya, sebelumnya dia sempat berharap anak itu akan masuk ke asrama yang dipimpinnya. Tapi sepertinya dapat sangat dipastikan bahwa hal itu tidaklah mungkin.
***
Dari waktu ke waktu Severus terus memperhatikan dan melindungi Lilyana Potter, sekaligus membencinya.
Menurutnya anak itu sangat mirip dengan ayahnya, berambut coklat, sok terkenal dan sok tahu. Tapi kalau dipikir-pikir sebenarnya dia banyak mirip juga dengan ibunya, dengan sepasang mata hijau, kebaikan hati, keramahan dan kegemarannya pada bidang ramuan. Hanya saja Severus tak ingin berpikiran begitu. Dia hanya ingin mencari keburukan Potter dan membuatnya jadi alasan kuat untuk membencinya.
***
“Tapi itu tidak mungkin... Dumbledore.” Suaranya terdengar membosankan seperti biasa.
“Itu adalah satu-satunya cara agar kau bisa melindunginya dari serangan yang mungkin akan terjadi lagi padanya”
“tidak bisakah kita melindunginya dengan cara lain? Aku bisa melindunginya dari bangku penonton, seperti sebelumnya, hah?”
“Tidak akan sama Severus... mungkin kali ini mereka akan mencoba menyerangnya lebih kasar dari sebelumnya. Kita tak pernah bisa memprediksikan apa yang akan terjadi bukan?”
Severus Snape terdiam, berpikir sejenak
“Baiklah! Kalau itu maumu.” Dengan nada menyindir dan kemudian berlalu sambil memasang muka masam dan sebal.
***
Hari itu menjadi satu-satunya hari dimana Severus Snape ikut serta dalam permainan yang tidak pernah dimainkannya. Quidditch. Dan sialnya, kali ini dia malah jadi wasitnya.
“Huh, dan demi siapa aku menjalani peran wasit sialan ini!” umpatnya di ketinggian 20 meter sambil duduk di atas sapu terbangnya.

Pertandingan pun dimulai. Quafle dan bludger berseliweran kesana kemari bergantian dengan para pemain quidditch yang melesat dengan sapunya.
“Huft!” umpatnya lagi,  Severus merasa kesulitan berkonsentrasi antara memperhatikan permainan berbahaya ini sekaligus memperhatikan Potter. Bahkan beberapa kali kepalanya nyaris saja menjadi sasaran empuk bludger yang tepat mengarah padanya. Bahkan Severus baru saja memberikan penalti kepada Hufflepuff karena George Weasley telah melempar Bludger kepadanya.
Terbang tinggi di angkasa, Severus berputar di atas sapunya, tepat ketika kelebatan warna merah meluncur melewatinya, hanya beberapa senti darinya—detik berikutnya, Lilyana sudah menghentikan tukikannya, kedua lengannya terangkat penuh kemenangan, Snitch tergenggam di tangannya.
Penonton meledak riuh-rendah. Sungguh ini rekor, tak seorang pun ingat Snitch pernah berhasil ditangkap secepat ini.
Lilyana melompat turun dari sapunya, tiga puluh senti dari tanah. Dia tak mempercayainya. Dia telah berhasil—permainan telah usai, padahal baru berlangsung tak lebih dari lima menit.
Ketika anak-anak Gryffindor membanjir masuk lapangan, Lilyana melihat
Severus mendarat di dekatnya, wajahnya pucat, bibirnya tegang.
 “Beruntung lagi, Potter.” Ocehnya sambil berlalu keluar dari lapangan. Lilyana hanya membiarkan professornya itu melewatinya kemudian melambai-lambaikan tangannya ke arah pendukung Gryffindor yang sedang bersorak-sorai merayakan kemenangan mereka. Ketegangan di wajah Lilyana yang tampak jelas sejak kemarin, karena mengetahui bahwa wasit Quidditch adalah Professor Snape, hilang sudah. Ketakutannya tak terbukti, dia kini dan timnya telah berhasil memenangkan pertandingan.
“Huh, anak itu! Tak berhenti-hentinya tebar pesona dan menikmati kepopulerannya.” Sambil membanting jubah wasit yang tadi dikenakannya severus mengumpat, wajahnya kesal. Kemudian duduk dan merebahkan kepala di sandaran kursinya. Berusaha menenangkan pikirannya. Titik-titik keringat terlihat di pelipisnya. Severus memejamkan mata. Tiba-tiba terlintas bayangan Lilyana Potter dengan kostum Quidditchnya yang gagah. Gagah dan cantik... tersenyum kepadanya.
“Sialan! Apa-apaan ini!” seketika severus tersentak dari kursinya dan mengumpat dirinya sendiri.

***
Beberapa tahun ajaran berlalu di Hogwarts dan beberapa kali juga Lilyana dan gengnya ikut terlibat dalam kesulitan. Sepertinya mereka tak jauh bedanya dengan magnet pembawa masalah. Dan beberapa kali itu juga Severus Snape berusaha menyelamatkan mereka.
Sampai akhirnya Pangeran kegelapan muncul kembali beserta semua pengikut dan tentaranya dan dengan terang-terangan menyerang Hogwarts.
Severus  Snape, diserang nagini malam itu.  Sambil bersimbah darah dia memberikan sari ingatannya kepada Lilyana sebelum matanya terpejam tak sadarkan diri.
“Lihat aku, Potter!” itulah kata terakhir yang keluar dari mulutnya.

***
“Selamat ulang tahun, Professor...” Lilyana menyerahkan kado berbungkus hijau keperakan itu ke tangan Severus Snape. Kado itu diterima Severus Snape dengan ragu sambil memasang wajah penuh kecurigaan.
“Tak usah takut Professor, saya tak menaruh hal-hal berbahaya di dalamnya kok”
 Severus hanya menimpali dengan wajah masam.
“Dan apa ini?!” omelnya sambil mengelak ketika Lilyana hendak mencoba mengganti perban di lehernya.
“Maaf Professor, Madam Pomfrey sebelumnya telah mengajarkan pada saya bagaimana cara mengganti perban ini. Lagipula, luka anda sudah mulai membaik, jadi beliau membolehkan saya yang menggantinya sendiri jika Madam berhalangan berada di sini. “
Severus Snape berkerut.
“Perban itu harus sering diganti... dan saya sudah beberapa kali mengganti perban ini ketika Professor masih koma. ” Lilyana menambahkan.
Sudah beberapa minggu Severus Snape berada di salah satu ranjang di ruang perawatan Madam Pomfrey, koma. Dan hari itu adalah hari kedua dia telah sadar. Tepat sehari sebelum hari ulang tahunnya, yaitu hari ini.
Entah sihir apa yang mempengaruhi sang professor. Meskipun masih dengan memasang wajah kesal, Severus Snape akhirnya diam dan menurut saja ketika Lilyana menyentuh lehernya dan mengganti perbannya. Mungkin dia berpikir akan percuma saja menolaknya dan lagipula Madam Pomfrey sedang tidak berada disana dan tidak ada seorangpun akan menggantikan perbannya kecuali anak ini.
Lilyana tersenyum dalam hati. Meskipun, jika itu Severus Snape menolaknya setengah mati menggantikan perban itu, Lilyana toh akan tetap melakukannya. Karena kini dia  tahu siapa dan apa lelaki di depannya itu.
 Setelah hari itu, Lilyana tetap sering datang mengunjunginya, mengganti perbannya, mengantarkan makanan, buku, dan beberapa hal lainnya. Meski tetap dengan gaya ketusnya, Severus Snape, laki-laki itu tak bisa menolak banyak. Sampai akhirnya Severus Snape pulih kembali dan memutuskan untuk beristirahat di kediamannya sendiri, di Spinners End.
***
Ada kehilangan yang sangat dalam dirasakan oleh Lilyana, hari-hari yang telah dilewatinya dengan tanpa tak seharipun bertemu dengan Severus Snape tak lagi ada. Kini dia merasa sendiri, berusaha menyibukkan diri dengan buku-buku ramuannya, berkumpul dan berusaha berbaur lagi dengan teman sebaya. membicarakan gosip seperti anak-anak wanita lainnya. Namun tetap, bagi Lilyana semuanya terasa tak pernah sama lagi. Terkadang dia melewati ruang perawatan Madam Pomfrey dan tersentak ketika merasa melihat sosok pria itu yang ternyata hanya hayalannya sendiri.
Tiba-tiba saja dia merasa aneh karena dia malah merindukan detensi yang sering dia terimanya dari sang profesor. Tiga hari, satu minggu, bahkan satu bulan pun detensi yang jika diberikan padanya saat itu sepertinya malah akan tampak cukup menyenangkan baginya.
Ah... Lilyana merindukannya, Severus Snape...
***
Beberapa kali sempat terlintas di pikirannya dia akan mengunjungi saja tempat kediaman Severus, tapi beberapa kali juga mengurungkannya. Tak ada kabar dan tak ada kejelasan bahwa professornya itu akan mau kembali mengajar di Hogwarts.

 Setumpuk buku dan beberapa gulung perkamen tampak menghalangi pandangan Lilyana yang sedang bergegas berjalan sambil membawa semua itu dengan kedua tangannya ke arah perpustakaan. Beberapa kali terlihat dia hampir menabrak seseorang.
Dan benar saja, akhirnya dia berhasil menabrak seseorang yang tiba-tiba muncul dari lorong sebelah kirinya. Buku-bukunya berjatuhan dan gulungan-gulungan perkamennya bergelinding kesana kemari. Sebagian jatuh menimpa orang yang tertabrak tadi.
“Sepertinya ada seseorang yang sudah sangat merindukan detensi... “
Lilyana berdiri dan memandang wajah di depannya.
“...Potter!” Sesosok wajah galak memandangnya dengan tajam.
“Professor...” Hampir saja Lilyana meloncat dan memeluk pria di depannya. Tapi segera diurungkannya ketika melihat kemarahan di wajah Severus Snape. Pria itu memandangnya sebentar kemudian beralih dan membersihkan jubahnya yang terkena debu lantai dengan memasang wajah jijik.
“Maafkan saya Professor.” Lilyana menunduk. Severus masih menatap galak padanya.
“Lima poin... dari Gryffindor!” sambil berlalu Severus memasang muka cemberut. Lilyana hanya bisa memandang belakang jubah pria itu sambil tersenyum-senyum kegirangan. Dia merasa mungkin dia sudah agak sedikit sinting sekarang... poinnya dikurangi, tapi dia malah gembira seperti ini.
Tapi yang lebih sinting lagi,  jika saja ada seseorang disana saat itu yang bisa melihat ke arah wajah Severus Snape, sumpah, pasti dia bisa melihat sebentuk sunggingan senyum tipis di bibirnya.

***
Beberapa minggu berlalu, Severus Snape telah kembali ke sifat asalnya dulu, ketus, meremehkan dan tak acuh. Tapi ada satu hal yang berubah, dia kini tak lagi mengganggu Potter, tidak dengan sindiran menyakitkan dan atau bahkan sedikit keusilan. Malah sama sekali Severus tak pernah berbicara padanya.
Lilyana merasa sedih dengan hal ini, terkadang dia jadi salah tingkah sendiri ketika berada di ruangan kelas tempat Severus mengajar. Beberapa kali dia mencoba mengacungkan tangannya ketika Severus mengajukan pertanyaan, tapi Severus mengacuhkannya. Severus seperti menganggapnya tak ada.
***
“Dan inilah, kita sambut tim Gryffindor!” suara Luna Lovegood terdengar dari pengeras suara.
Lilyana bersama tim Quidditch gryffindor keluar lapangan dan terbang meliuk-liuk di angkasa. Mata Lilyana berkeliling, sampai akhirnya tiba pada sosok yang dicarinya. Severus Snape, dia ada disana, sedang memperhatikannya dari bangku penonton. Lilyana tersenyum kegirangan, dia kembali terbang memutari lapangan sambil melambaikan tangannya ke arah pendukung Gryffindor. Sebenarnya dia ingin melambaikan tangannya pada Severus Snape , tapi ia tahu, laki-laki itu pasti akan langsung memalingkan wajahnya dan berpura-pura lagi tak melihatnya.
Dua puluh menit pertandingan sudah berlalu, dan lilyana belum sekalipun terlihat mengejar Snitch, matanya bukannya mencari-cari bola snitch malah sesekali melihat ke arah Snape.
Lima menit lagi berlalu, tiba-tiba Snitch terlihat di depan matanya, Lilyana langsung mengejarnya. Naik ke atas, lalu ke bawah, dia dan sapunya menukik tajam dari ketinggian 50 meter.  Sempat terlintas di pikiran Lilyana untuk menjatuhkan saja tubuhnya ke tanah saat itu juga. Entahlah, sepertinya dia setengah berharap dia celaka saja saat itu, Siapa tahu Severus  Snape akan segera datang dan menolongnya. Tapi tidak, Lilyana menarik sapunya naik untuk kembali terbang ke atas.
“Braaakkk!”
Namun nahas baginya, karena secara mendadak seorang pemain Slytherin melesat datang dari arah samping kiri dan menabraknya. Lilyana terhuyung, dia tidak bisa lagi mengendalikan tubuhnya, kali ini dia terjatuh.
Kaki Lilyana sakit sekali, matanya berkunang-kunang. Tim penolong memeriksa kakinya.
“Sepertinya tulang kakinya patah” Kata salah seorang kepada wasit Madam Houch.
“Baiklah kalian, bawa dia. Dan kau baik-baiklah Potter” ucap Madam Houch sebelum kembali terbang untuk melanjutkan permainan.
Baru saja dua orang dari tim penolong hendak membopong Lilyana naik ke atas tandu, terdengar sebuah suara khas di dekat mereka.
“Biar aku saja yang membawanya.”
Meskipun masih terlihat samar-samar, Lilyana masih bisa melihat sosok itu.
 Severus Snape kini mengangkat tubuh Lilyana dan menggendongnya.
“Kau payah Potter!” Desisnya.
Lilyana hampir tak percaya dengan yang sekarang terjadi padanya. Dia yang terpaksa mengalungkan sebelah tangannya ke bahu Severus Snape memandang wajah lelaki ketus di hadapannya.
Berjalan menyusur koridor sepi, wajah Severus tetap dingin dan tak sekalipun melihat ke arah Lilyana.
Lalu tanpa diduga, Lilyana mengalungkan sebelah tangannya lagi ke bahu Severus. Sambil terus memandangi wajah Severus, dia tersenyum, sepertinya rasa sakit di kakinya tiba-tiba menghilang.
Severus mempercepat langkahnya, buru-buru menuju ruang perawatan dan dia ingin segera menghempaskan Potter dari gendongannya.
“Oh, Lilyana Potter, apa yang terjadi padamu?” Madam pomfrey langsung menyambutnya dengan cemas.
Severus meletakkan Lilyana di salah satu kasur perawatan.
“Kakinya patah.” Ucap Severus datar
“Baiklah akan segera aku periksa dan lihat apa yang bisa kita lakukan.”
Severus pergi.
“Ah, Professor... “ sahut Madam Pomfrey
Severus menoleh
“ Terima kasih anda sudah membawanya kemari!”
Namun Severus hanya mendengus dan kemudian berlalu tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Dia berjalan dengan langkah lebar, cepat-cepat menuju ruangannya. Menutup pintu dan langsung terdiam. Menutup kedua matanya. Titik-titik keringat terlihat samar di pelipisnya, telapak tangan kanannya menyentuh dadanya.
Jantungnya masih berdegup dengan kencang. Severus berharap tadi Lilyana tidak sampai menyadarinya. Sudah mati-matian dia tadi berusaha menahan, tapi sepertinya jantungnya sudah tak bisa lagi dikendalikannya. 
***
Tiga bulan berlalu. Tidak ada lagi yang terjadi antara Lilyana dan Severus. Severus kembali memperlakukannya seperti sebelumnya, datar, dingin, kaku, membosankan, cuek dan masih menganggapnya tak ada.
Malam itu adalah malam pesta dansa kelulusan sekolah. Lilyana sudah setuju dengan ajakan Cormac McLaggen untuk menjadi teman dansanya malam itu. Sepertinya semua siswa di Hogwarts juga sudah tahu kalau Cormac memang sudah lama naksir pada Lilyana. Dia sudah berkali-kali mencoba mengajak Lilyana berkencan, namun selalu saja gagal. Sampai tiba hari itu, hari dimana Lilyana menyetujui ajakannya untuk pergi ke pesta dansa bersama.
Semua orang sudah berkumpul di ruangan aula dansa. Semua siswa lulusan tahun itu beserta semua staf pengajar Hogwarts sudah hadir. Semua berpakaian rapi dan elegan. Bahkan Hagrid memakai jas dan dasi, yah meskipun jasnya tetap saja terbuat dari kulit hewan. Dan Dumbledore memakai jubah khususnya yang berwarna perak dengan aksen hijau.  Namun tidak begitu dengan Severus, dia tetap mengenakan pakaian mengajarnya yang sehari-hari dipakainya, setelan hitam yang membosankan.
Setelah mendengarkan beberapa patah kata sambutan dari kepala sekolah Dumbledore, semua siswa dan beberapa staf pengajar langsung turun ke lantai dansa bersama pasangannya. Semua terlihat ceria dan bergembira. Hanya severus saja yang terlihat sendirian, dia berdiri sambil memasang wajah bosan seperti biasanya.
Tiba-tiba beberapa pasang mata melihat ke arah tangga.
“Wow, dia cantik sekali” seorang siswi berbisik
“Bukankah dia Lilyana Potter?” siswa lain menimpali.
Mata Severus seketika itu juga langsung terpaku pada sosok elok seorang wanita yang baru saja masuk dan menuruni tangga. Jantungnya berdegup kencang. Severus merasa wanita itu menatapnya, dengan mata hijaunya dan tersenyum padanya.
“Kau cantik sekali.”
“Terima kasih, oh Cormac maafkan aku karena datang terlambat.” Ucap Lilyana kepada Cormac McLaggen yang telah menyambutnya di bawah tangga sambil lalu menggenggam jemarinya dan menciumnya.
“Tidak apa My princess. Aku senang kau datang.” Ucap Cormac sambil tersenyum bahagia.
Air muka Severus Snape berubah seketika. Seperti ada rasa panas yang menerjang dalam dadanya. Matanya menatap tajam ke sepasang remaja itu. Bahkan ketika Cormac mengajak Lilyana untuk berdansa bersamanya, Severus segera mengambil segelas anggur dan langsung menghabiskannya dalam sekali tegukan.
Cormac meletakkan sebelah tangannya ke pinggang Lilyana untuk berdansa. Severus mengepalkan kedua tangannya, mukanya terlihat sangat marah. Sepertinya dia sudah tidak peduli lagi dengan keadaan sekitar. Severus langsung menghampiri Lilyana dan Cormac yang baru saja tengah berdansa.
“Potter!” kecam Severus ketika merebut tangan Lilyana dengan kasar dari genggaman Cormac.
Cormac hendak melawan tapi dengan segera Severus menatapnya dengan galak.
“Kau, pergilah!” hardiknya pada Cormac. Cormac hanya menunduk dan pergi dengan kesal.
Severus membawa, lebih tepatnya lebih seperti menyeret, Lilyana keluar ruangan, menuju koridor.
“Proffesor!” jerit Lilyana sambil berusaha melepaskan tangannya dengan kasar.
“Kau! Dengan kelakuan burukmu!” Eram Severus tepat ke depan wajah Lilyana.
“Kenapa?! Memangnya apa yang salah?!”
“Itu tidak pantas untuk dilakukan seorang gadis remaja sepertimu!”
“Oh, apakah ini karena aku berdansa dengan Cormac, hei, semua orang disini melakukannya. Aku sudah delapan belas tahun!” Lilyana menantang tatapan kedua mata Severus dengan marah.
Severus melepaskan kekangan tangannya dari Lilyana. Sepertinya dia tiba-tiba saja sadar dengan apa yang telah dilakukannya.
“Bahkan jika itupun tidak pantas untuk kulakukan, lalu apa hakmu?! Kau bukan ayahku, bukan pula pamanku, bahkan kau bukan siapa-siapaku!” Lilyana berbalik dan kembali menuju ruangan dansa.
“Oh, jadi kau akan kembali dan berdansa dengan bajingan kecil itu!” dada Severus kembali memanas.
“Apa pedulimu!” hardik Lilyana sambil segera berlalu.
 “Dasar kau... keturunan Mudblood!” Seketika itu juga Lilyana menghentikan langkah kakinya, dia hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bahkan Severus langsung menyesal setelah mengucapkannya. Dia hanya marah dan ketakutan. Ketakutan wanita yang dicintainya itu pergi. Pergi dan jatuh ke pelukan laki-laki lain selain dirinya.
“Apa katamu, keturunan Mudblood?! Lilyana berbalik dan menatap Severus, matanya merah. Severus diam.
“Yah, seperti itulah dirimu! Tapi kau tahu apa?! Hal ini tak akan berpengaruh padaku. Itu hanyalah umpatan tidak berarti yang keluar dari mulut seseorang yang kesepian. Yang  sesungguhnya terjadi adalah kau hanya ingin membuat dirimu sendiri berada dalam rasa kesepian, rasa sakit hati. Kau hanya ingin punya alasan untuk  mengasihani dirimu sendiri. Kau bahkan sebenarnya telah menyalahkan ibuku atas rasa bersalahmu karena telah membuatmu harus membayar kesalahanmu padanya!” Wajahnya merah padam menahan kekesalan.
Severus memalingkan wajahnya dan berbalik membelakangi Lilyana. Lilyana memandangnya selama beberapa detik. Kemarahan di matanya mulai tampak sedikit mereda. Kini hanya tampak genangan air mata di pelupuk matanya.
“Severus... kalau kau tak punya keberanian untuk mengajakku ke pesta dansa, setidaknya beranikan dirimu untuk melihatku berdansa dengan laki-laki lain.”
“Dan mungkin, kelak kau juga harus memberanikan dirimu ketika aku juga akan mengikuti jejak ibuku dengan segera menikah setelah lulus Hogwarts. Entah itu dengan Mclaggen atau Viktor Krum, atau bahkan dengan Ronald weasley.” Setelah mengatakan itu, Lilyana segera pergi. Kali ini tidak ke arah aula dansa, tapi ke arah kamarnya di asrama Gryffindor.
Severus tertegun, matanya juga basah. Dia menyadari wanita di dekatnya akan segera berlalu, berlalu mungkin untuk selamanya dari hidupnya. Wanita yang sangat dicintainya.
Tapi kali ini dia merasa tidak sanggup. Hatinya sakit sekali. Dia tidak sanggup  jika harus kehilangan wanita yang satu ini. Severus berbalik dan segera menyusul Lilyana. Kemudian mengeluarkan tongkatnya.
Dan dengan seketika semua pintu disekitar koridor langsung menutup. Kaki Lilyana tiba-tiba kaku, tidak bisa digerakkan.
Lilyana terpaksa menghentikan langkahnya. Menunduk. Pipinya basah oleh air mata.
“Lilyana...” Severus Snape mendekatinya, berlutut. Matanya basah, mukanya kalap.
“Maafkan aku terpaksa melakukan ini. Lilyana, aku memang orang yang bersalah.”
“Aku melakukan semua bukan karena kebaikanku, tapi karena aku ingin menebus rasa bersalahku bukan pada ibumu, tapi pada diriku sendiri.”
“Dan aku memang menjagamu, melindungimu, tapi bukannya semata-mata demi ibumu, belakangan aku malah menjagamu karena aku mencintaimu... sebagai seorang lelaki... aku sungguh malu pada diriku sendiri.”
“Aku memang seorang hina yang tak pantas untukmu. Aku sudah mencoba pergi dan memilih untuk menetap di Spinners End, tapi aku tak bisa... aku tak mampu. Aku terlalu merindukanmu... Lilyana...”
Lilyana memandang wajah pria yang kini wajahnya basah dengan air mata.
Lilyana tak bisa menahannya, dia langsung memeluk Severus.
Severus Snape balas memeluk Lilyana dengan erat.
“Aku sangat mencintaimu Lilyana Potter”
“I really love you too Severus Snape.”
***

Lagu dari ruangan dansa masih terdengar dari koridor itu. Severus yang masih memeluk Lilyana berbisik.
“Berdansalah denganku. Kumohon.”
Lilyana menatapnya. Memastikan bahwa apa yang barusan didengarnya adalah nyata. Dan yang dilihatnya adalah dia melihat ketulusan, bukan kejahilan atau sindiran seperti biasanya.
“Baiklah!” Lilyana tersenyum dan Severus membantunya berdiri untuk berdansa bersamanya.
“Kau cantik sekali Lilyana.” Ucapnya lembut.
“Yah, aku tahu itu, orang lainpun mengatakan hal yang sama...”
Tiba-tiba Severus memotong perkataanya “Oh ya, si Mclaggen anak ingus...” ssst... namun Lilyana segera menutupkan jari telunjuknya ke bibir Severus. Dia tak ingin ada orang lain yang diperdebatkan saat ini.
“Kau tahu? Sebenarnya aku berdandan habis-habisan malam ini hanya untukmu... Severus.”
Dada Severus seketika membuncah seperti hendak meledak karena gembira.
“Lilyana.... Aku mencintaimu” mata Severus menatap dalam dan penuh arti. Dan lalu dengan sadar, Severus mencium bibir Lilyana dengan sangat lembut dan hangat.
“Sekarang, kau bisa menambahkan seorang lagi untuk kau pilih sebagai pria yang akan segera kau nikahi selulus dari Hogwarts...” bisik Severus lirih.
Lilyana tersipu.


THE END


+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Note (Lilyana) : Aku benar-benar berterimakasih kepada ibuku, karena dia telah mempersiapkan seorang laki-laki yang baik untuk masa depanku, bahkan dari sebelum aku dilahirkan...”
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++